Laporan: Prabu Galuh | Editor: Tedy M
GosipHangat.com – Jika ada satu hidangan yang bisa menghangatkan hati sekaligus menghidupkan nostalgia, soto adalah jawabannya. Hidangan berkuah kaya rempah ini bukan sekadar makanan, tetapi juga bagian dari perjalanan sejarah kuliner Indonesia yang panjang.
Soto di Era 1900: Ketika Pikulan Mengantar Kehangatan
Di masa penjajahan Belanda, soto sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia. Para penjual soto kala itu masih menggunakan peralatan sederhana dan metode tradisional. Salah satu ciri khas mereka adalah membawa pikulan besar berisi mangkuk soto, kuah mendidih dalam panci, serta berbagai pelengkap yang menggoda selera. Mereka berjalan kaki dari satu sudut kota ke sudut lainnya, menyajikan kehangatan dalam semangkuk soto.
Di Surabaya, misalnya, tahun 1900-an menjadi saksi bisu para penjual soto yang berkeliling dengan suara khas mereka memanggil pelanggan. Uniknya, banyak orang menikmati soto dengan sendok bebek—sendok dari kayu yang saat itu umum digunakan.
Dari “Cau Do” ke Soto Nusantara
Tak banyak yang tahu bahwa soto memiliki akar dari kuliner Tionghoa. Pada abad ke-19, imigran Cina membawa masakan bernama “Cau Do” atau “Jao To”, yang berarti jeroan berempah. Makanan ini kemudian beradaptasi dengan selera masyarakat lokal di pesisir utara Jawa, seperti Semarang, Pekalongan, dan Kudus.
Pada awalnya, soto menggunakan jeroan babi sebagai bahan utama. Namun, seiring perkembangan zaman dan pengaruh budaya Islam yang kuat di Nusantara, bahan ini diganti dengan ayam, sapi, atau kerbau. Adaptasi ini tidak hanya membuat soto semakin diterima oleh berbagai kalangan, tetapi juga melahirkan banyak variasi rasa di berbagai daerah.
Soto dari Sabang sampai Merauke
Seiring waktu, soto berkembang menjadi beragam varian, masing-masing dengan ciri khas tersendiri. Beberapa di antaranya adalah:
Soto Madura – Dikenal dengan kuah kuning gurih berbumbu khas rempah kuat.
Soto Kudus – Disajikan dalam mangkuk kecil dengan pilihan daging ayam atau kerbau.
Soto Banjar – Berasal dari Kalimantan Selatan dengan kuah bening berempah dan tambahan perkedel.
Soto Lamongan – Ciri khasnya adalah bubuk koya yang menambah kelezatan kuahnya.
Hingga kini, soto tetap menjadi salah satu hidangan favorit masyarakat Indonesia, baik di warung pinggir jalan, restoran, hingga hotel berbintang. Disajikan dengan nasi, lontong, atau mi, serta ditemani kerupuk, sambal, dan emping, soto tak pernah kehilangan pesonanya.
Meski zaman telah berubah, kisah para penjual soto tempo dulu tetap menjadi bagian dari sejarah kuliner Indonesia. Mereka adalah simbol ketekunan dan semangat menjaga tradisi yang diwariskan turun-temurun. Dari pikulan sederhana di tahun 1900 hingga ke meja makan modern, soto tetap bertahan sebagai ikon kuliner Nusantara.
Bagaimana dengan kamu? Apa varian soto favoritmu?