Laporan: Wahono
GosipHangat.com – Angin sepoi-sepoi membawa aroma dupa dan bunga setaman. Suasana hening menyelimuti pemakaman Desa Kramat, Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung. Menjelang bulan suci Ramadhan, warga desa berkumpul untuk melaksanakan Sadranan, sebuah tradisi sakral yang menyatukan doa, bakti, dan kebersamaan dalam satu ritual ziarah kubur.
Jumat (28/2/2025), sejak pagi buta, masyarakat Desa Kramat telah bersiap. Mereka datang membawa bunga, makanan, serta hati yang dipenuhi doa. Tak hanya membersihkan makam leluhur, mereka juga menaburkan bunga dan memanjatkan doa agar arwah keluarga yang telah berpulang mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.
Lebih dari Sekadar Ziarah
Bagi masyarakat Jawa, Sadranan bukan hanya perihal mengenang mereka yang telah tiada. Istanto (43), perangkat desa setempat, menjelaskan bahwa tradisi ini sarat makna.
“Nyadran adalah bentuk penghormatan kepada leluhur. Selain mendoakan mereka, tradisi ini juga menjadi pengingat bagi kita bahwa kehidupan di dunia hanya sementara. Dengan begitu, kita bisa lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,” ujarnya.
Lebih dari itu, Sadranan juga menjadi ajang mempererat silaturahmi. Dalam suasana kebersamaan, warga duduk bersila di bawah rindang pepohonan, menikmati makanan yang mereka bawa. Hidangan seperti tumpeng, jenang, dan aneka jajanan pasar tersaji, menambah kehangatan dalam momen sakral ini.
Gotong Royong, Warisan Luhur yang Terjaga
Menjelang hari pelaksanaan, warga terlebih dahulu bergotong royong membersihkan makam keluarga masing-masing. Rumput liar dicabut, nisan dicuci, dan jalan setapak diperbaiki. Pagi harinya, mereka berkumpul di area pemakaman, dipimpin oleh pemuka agama setempat untuk membaca doa bersama.
Suasana penuh khidmat terasa di setiap sudut. Anak-anak hingga orang tua larut dalam doa, mengenang para pendahulu mereka. Meski zaman terus berubah, tradisi ini tetap hidup, menjadi pengikat antara generasi, serta simbol kuatnya nilai gotong royong dan kearifan lokal.
“Dalam Islam, ziarah kubur hukumnya sunnah, sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah SAW,” pungkas Istanto.
Melestarikan Tradisi, Menghidupkan Nilai
Di tengah derasnya arus modernisasi, Sadranan di Desa Kramat menjadi bukti bahwa budaya dan spiritualitas bisa berjalan beriringan. Bukan hanya sebagai ritual tahunan, tetapi juga sebagai cermin kebersamaan dan kepedulian sosial yang terus dijaga.
Saat matahari kian meninggi, perlahan warga meninggalkan pemakaman. Namun, doa-doa yang mereka lantunkan tetap menggema, menghubungkan dunia yang nyata dengan yang tak kasat mata—sebuah ikatan batin yang abadi dalam tradisi Sadranan.(*)